New Normal Usaha Kecil. Pemerintah melalui kementerian kesehatan telah mengeluarkan protokol kesehatan untuk sektor jasa dan perdagangan. Seperti apa bentuk persiapan yang harus dilakukan oleh pelaku usaha kecil?
Usaha kecil, maupun mikro, juga merupakan salah satu sub sektor jasa dan perdagangan. Setelah terjadi pandemi Covid19 memang sub sektor ini juga menjadi yang paling terdampak. Pelaku usaha kecil, bahkan yang mikro, umumnya masih merupakan usaha informal.
Usaha mikro, dicirikan dengan modal yang tidak besar besar amat. Yang pertama adalah modal usahanya tidak lebih dari 10 juta rupiah. Yang kedua usaha mikro umumnya masih dikerjakan sendiri, kalau-kalaupun memiliki tenaga kerja, biasanya tenaga kerjanya tidak lebih dari 10 orang. Pelaku usaha mikro, akan menjadi CEO, alias Chief of Everything Officer, alias pekerja sekaligus penanggung jawab dari semua proses usahanya. CEO ini dibayar dari hasil penjualan yang dilakukannya. Usaha mikro juga biasanya memiliki karyawan yang berasal dari anggota keluarganya sendiri, jadi kemungkinan besar para karyawan ini hanya membantu, tanpa diupah.
Untuk usaha kecil, masih lebih baik. Tarafnya sedikit diatas usaha mikro. Walau sebenarnya susah sekali dibedakannya. Banyak usaha kecil, bisanya menggunakan gaya usaha mikro. Perlengkapan usahanya mungkin ditampilkan menggunakan gerobak, tapi ternyata gerobak yang kita lihat itu hanya satu dari ratusan gerobak lainnya yang menggurita disatu kota.
Diluar Normal, dirumah saja
Mereka ini, pelaku usaha mikro maupun kecil pada kondisi normal mendapatkan pemasukan secara harian. Pada kondisi tidak normal, misal adanya wabah corona seperti sekarang, tidak dapat dibayangkan kondisi mereka. Morat-marit, ya seperti usaha tondy tenda ini.
Morat-maritnya atau berantakannya dunia usaha, akan berpengaruh pada perekonomian secara makro. Makanya pemerintah segan untuk mengambil langkah yang secara pasti akan mematikan pelaku usaha mikro, lock down atau karantina total misalnya. Pemerintah memilih untuk melakukan pembatasan pada hal hal tertentu, yang disebut dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar, PSBB. Ada lagi yang menerapkan situasi tanggap darurat seperti Yogyakarta. Tapi intinya sama, dilakukan pembatasan, agar keburukan yang ada tidak menyebar kemana mana.
Nah sudah berjalan sebulan-hampir dua bulan PSBB di beberapa daerah, dan terasa juga efeknya bagi para pelaku usaha. Morat-marit. Untuk menjaga agar pelaku usaha tidak benar benar hancur disiapkanlah konsep new normal, atau kenormalan baru.
New normal
Kenormalan baru disiapkan sebagai jalan tengah, agar keadaan gawat karena pandemi tidak bertambah parah, serta roda ekonomi bisa tetap berputar. Kenormalan baru diharapkan menjadi cara yang dapat diterapkan oleh masyarakat salah satunya pelaku usaha agar kegiatan yang dijalankannya tidak menjadi penambah masalah yang sudah ada.
New normal ini juga berarti membiasakan diri terhadap ketidaknormalan yang sudah ada. Kebijakan ini diawali oleh organisasi kesehatan dunia (WHO). Kenormalan baru adalah wujud normal namun diberi beberapa tambahan, yang pertama adalah mencegah penularan-memaksimalkan usaha untuk mempersempit penularan. Yang kedua, sistem kesehatan menjadi indikator yang berarti sistem kesehatan harus mampu beradaptasi dan mampu merespons dampak penyakit korona. Yang ketiga, terdatanya keadaan kesehatan masyarakat.
Turunan dari konsep new normal ini adalah adanya edaran dari kementerian kesehatan yang berhubungan dengan dunia usaha.
Sebenarnya informasi yang terdapat dalam surat edaran ini sudah banyak diketahui oleh masyarakat. Wajib memakai masker, wajib menjaga jarak, wajib menjaga kebersihan, pemeriksaan suhu tubuh, dan rajin mencuci tangan.
Sayangnya mengetahui belum tentu menjalankan. Oleh karena itu mungkin kementerian kesehatan sengaja membuat rambu agar nantinya pelaku usaha yang tidak memenuhi protokol ini dapat ditindak dan diarahkan agar selanjutnya mau mengikuti protokol kesehatan yang ada.
Pilihan kita akan menentukan nasib kita
Seperti biasa, bagi penulis, apapun usahanya, yang penting adalah yang menjalankannya. Mentalitas si pengusaha akan menentukan jalannya usaha. Begitu juga bagaimana pengusaha baik yang kecil maupun yang besar melihat suatu hal. Dalam hal ini tentu melihat dunia usaha yang diliputi pandemi.
Bagi pelaku usaha yang meremehkan pandemi, akan ada konsekuensinya. Bagi mereka yang mempersiapkan diri menghadapi pandemi pasti akan memberikan nilai lebih bagi usahanya. Semuanya kembali kepada diri masing masing.
Penulis sendiri, memilih mempersiapkan usahanya agar bisa berjalan seiring keadaan yang ada. Jika harus menyediakan masker, maka sediakan. Jika harus menyediakan tempat cuci tangan, maka buat sebaik mungkin. Karena penulis yakin, setiap tindakan yang baik terhadap usaha yang penulis jalankan, akan membuat usaha persewaan tenda yang penulis miliki bisa bertahan menghadapi berbagai tantangan yang ada.